IKSHAN HASAN

LightBlog

Breaking

TGM

loading...
loading...

Jumat, 13 Maret 2020

Makalah Pengantar Etika Profesi ( Etika Bisnis & Profesi Akuntan )


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya perekonomian yang saat ini mengarah pada globalisasi, maka kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan pun semakin meningkat. Pengaruh globalisasi juga membawa dampak negatif pada jasa audit, pelaku profesi auditor independen atau akuntan publik dituntut untuk menunjukan profesionalismenya. Akuntan atau auditor harus dapat memberikan jasa kualitas terbaik dengan bertanggung jawab dan menjaga kepercayaan masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan di masa mendatang, para professional diharuskan memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam suatu profesi, selain itu untuk menjalankan suatu profesi sangatlah penting adanya etika profesi. Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika, yang dalam bahasa yunani terdiri dari dua kata yaitu ethos yang berarti kebiasaan atau adat, dan ethikos yang berarti perasaan batin atau kecenderungan batin yang mendorong manusia dalam bertingkah laku. Etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang dirancang agar sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap idealistis. Setiap akuntan harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak menyimpangi aturan dalam menyelesaikan laporan keuangan kliennya.
Dengan adanya kode etik profesi, akuntan diharapkan berperilaku secara benar dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan. Meski begitu terkadang pelanggaran tetap saja terjadi. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan dalam menerapkan etika secara memadai. Oleh karena itu diperlukan adanya landasan pada standar moral dan etika tertentu. Untuk mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun 1975 telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang telah mengalami revisi pada tahun 1986, tahun 1994 dan terakhir pada tahun 1998. Dalam Mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan pentingnya prinsip etika bagi akuntan. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin dan memenuhi segala hukum dan peraturan yang telah disyaratkan.2.1 Akuntansi Sebagai Profesi
1.2       Rumusan Masalah
Perumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari akuntansi sebagai profesi ?
2. Apa penjelasan mengenai etika sebagai profesi?
3. Bagaimana lahirnya profesi akuntan?
4. Bagaimana profesi akuntan bisa berkembang d masyarakat?
5. Apa sejarah perkembangan profesi akuntan di Indonesia?

1.3       Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pembaca



BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Akuntansi Sebagai Profesi
Kata “profesi” diadaptasi dari bahasa Inggris, yaitu “profession” yang berasal dari bahasa Latin “professus”. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu mampu atau ahli di bidang tertentu. Sehingga pengertian profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan tinggi, dimana umumnya mencakup pekerjaan mental yang didukung dengan kepribadian dan sikap profesional.
Menurut Duska, Duska dan Ragatz (2011) banyak definisi mengenai profesi. Namun mungkin dapat diikuti suatu definisi yang diajukan oleh Commission on Standards of Education and Experience for Certified Public Accountants. Menurut mereka, profesi memiliki paling tidak tujuh karakteristik, yaitu:
·         Memiliki bangunan pengetahuan yang khusus (a specialized body of knowledge).
·         Melalui proses pendidikan formal yang diakui untuk memperoleh pengetahuan spesialis yang disyaratkan.
·         Memiliki standar kualifikasi professional sebagai syarat penerimaan anggota profesi.
·         Memiliki standar prilaku yang mengatur hubungan antara praktisi dengan klien, rekan sejawat, danmasyarakat pada umumnya.
·         Pengakuan akan status
·         .Menerima tanggung jawab sosial yang melekat pada pekerjaan untuk kepentingan publik.
·         Memiliki organisasi yang menjaga kewajiban sosial dari profesi.

Dari berbagai persyaratan di atas, maka dua karakteristik terpenting sebagai prasyarat sebuah profesi adalah pekerjaan tersebut merupakan tanggung jawab sosial yang terkait dengan kepentingan publik dan adanya pengakuan dari publik (masyarakat) bahwa pekerjaan tersebut memang penting bagi mereka. Jadi, pekerjaan yang dilakukan merupakan hal yang dianggap penting bagi publik dan pelaksanaannya dilakukan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial. Sebagai pekerjaan yang penting, profesi tidak boleh memanfaatkan pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, misalnya mencari keuntungan. Karena itu ciri pertama profesi adalah altruisme. Altruisme berasal dari kata altruis yang berarti orang yang mengutamakan kepentingan orang lain. Dengan demikian altruisme artinya sikap yang lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain. Sebagai imbalan atas altruisme ini, profesi biasanya menjadi warga terhormat di dalam masyarakat.
Jika pekerjaan ini sudah diakui manfaatnya bagi kepentingan publik, maka perlu disiapkan infrastruktur agar pekerjaan tersebut bisa dilaksanakan dengan baik. Karena itu, suatu profesi perlu didasarkan pada bangunan pengetahuan yang khusus sehingga pekerjaan tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Konsekuensinya, para praktisi profesi harus menjalani proses pendidikan formal untuk memiliki bangunan pengetahuan yang khusus tersebut. Mengingat sistem pendidikan formal bersifat umum, maka praktisi profesi harus memiliki kualifikasi yang ditunjukkan melalui kelulusan atas ujian kualifikasi dan sertifikasi. Dan praktisi profesi harus melaksananakan pekerjaannya berdasarkan standar prilaku tertentu. Inilah ciri kedua profesi, yaitu kompetensi. Tidak mungkin seseorang yang bertugas melaksanakan pekerjaan penting bagi publik tidak memiliki kompetensi atas pelaksanaan pekerjaan tersebut dan tidak melaksanakan pekerjaan tersebut dengan standar perilaku yang diharapkan. Jika hal ini terjadi maka pekerjaan tersebut malah dapat berdampak buruk bagi publik.
Karakteristik terakhir yang harus dimiliki oleh profesi adalah dimilikinya organisasi atau asosiasi profesi yang bertugas menjaga anggotanya agar memenuhi kualifikasi yang ditetapkan, menjaga kompetensi, dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar yang disepakati. Organisasi ini yang menjaga agar profesi tetap melaksanakan fungsinya sesuai dengan status pengakuannya. Untuk menegakkan disiplin profesi, asosiasi harus dapat mengatur dirinya sendiri. Inilah ciri ketiga profesi yaitu otonomi.
            Dengan demikian profesi adalah pekerjaan yang diakui dan diterima masyarakat sebagai pekerjaan untuk kepentingan publik dengan tiga ciri, yaitu altruisme, kompetensi dan otonomi.
Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap profesi, karena tugas Pemerintah melindungi kepentingan publik. Tingkat pengawasan Pemerintah terhadap profesi tergantung kepercayaan Pemerintah terhadap kemampuan organisasi profesi untuk mengawasi profesinya. Jika Pemerintah memercayai organisasi profesi dapat melaksanakan fungsinya maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah minimal. Namun, jika profesi tidak dapat dipercaya oleh Pemerintah, maka organisasi profesi kehilangan otonomi. Pengawasan lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah. Karena itu, organisasi profesi harus menjaga agar profesi berjalan sesuai dengan yang diharapkan agar memiliki otonomi dan memperoleh kepercayaan dari publik.

2.2       Etika Dalam Profesi
            Dalam melaksanakan fungsinya, profesi sering menghadapi dilema etika. Sebagai contoh, profesi advokat berfungsi antara lain untuk penegakan hukum berdasarkan keadilan. Namun, pengacara mendapat bayaran dari pihak yang bersalah yang membayarnya dengan harapan untuk memperoleh putusan bebas atau hukuman yang seringan-ringannya, yang mungkin berlawanan dengan prinsip keadilan. Demikian pula dengan profesi akuntan. Akuntan bertugas untuk mengaudit laporan keuangan untuk pemegang saham dengan pembayaran dari manajemen yang menyusun laporan keuangan yang diaudit.
Sejak sekitar tahun 1980, profesi akuntan dianggap bertanggung jawab atas terjadinya krisis perekonomian yang dipicu skandal-skandal korporasi. Hal ini dapat dilihat antara lain dari Saving & Loan Crisis yang terjadi di Amerika Serikat di akhir tahun 1970an dan skandal Bank of Credit and Commerce Internationalpada tahun 1990an, sampai dengan skandal manipulasi laporan keuangan korporasi Amerika Serikat yang dilakukan oleh Enron, WorldCom, Adelphia Communication dan banyak perusahaan lainnya. Kantor akuntan juga disibukkan dengan berbagai tuntutan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa ada permasalahan dalam profesi akuntan, mulai akuntan yang meninggalkan sifat altruisme dan mengejar keuntungan pribadi sampai ke lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh organisasi profesi.
Banyak kantor akuntan yang selalu berupaya menjaga profesionalitas dengan meningkatkan kompetensi akuntannya dan mengembangkan sistem kerja yang mendorong keberhati-hatian. Namun upaya ini sebetulnya tidak mengatasi masalah hilangnya altruisme dalam profesi akuntan dan keberhati-hatian akuntan lebih didorong pada ketakutan menghadapi tuntutan hukum dan kehilangan reputasi (external control) daripada suatu tanggung jawab profesi (internal control).
            Etika profesi adalah sarana untuk praktisi profesi mengendalikan diri (internal control) agar tetap menjaga profesionalitasnya. Etika profesi paling tidak menjaga praktisi profesi agar selalu ingat profesi adalah untuk kepentingan publik dan selalu ingat dengan sifat altruisme yang melekat pada profesi. Dengan etika profesi maka praktisi profesi diharapkan melaksanakan tugas profesi berdasarkan kecintaan dan tanggung jawab profesi, bukan karena ketakutan tuntutan hukum ataupun karena kehilangan reputasi dan nama baik.

2.3       Lahirnya Profesi Akuntan
            Kelahiran profesi akuntan dapat dikatakan dipicu oleh banyaknya kasus kebangkrutan di Inggris dan Skotlandia. Berdasarkan Bankruptcy Act 1831, perusahaan yang bangkrut ditangani oleh pegawai Pemerintah. Namun kebijakan ini dianggap terlalu mahal dan sebetulnya pihak yang berkepentingan adalah pemberi Kredit. Maka diupayakan suatu perubahan atas Bankruptcy Act ini, dimana pengacara akan berperan lebih besar dibandingkan akuntan.
Sebagai reaksi atas rencana perubahan Bankruptcy Act ini, di Skotlandia didirikan Society of Accountant in Edinburg dan Institute of Accountants in Glasgow pada tahun 1853. Setahun kemudian keberadaan Society of Accountant in Edinburg mendapat pengakuan dari Kerajaan (Royal Charter), dan pada tahun berikutnya Institute of Accountants in Glasgow menyusul mendapatkan Royal Charter.
            Pada tahun 1861 dikeluarkan Bankruptcy Act baru yang mengalihkan penanganan perusahaan bangkrut dari pegawai pemerintah ke pemberi kredit. Oleh pemberi kredit, penanganan perusahaan bangkrut didelegasikan ke pengacara dengan dibantu oleh akuntan. Namun UU ini tidak berlaku lama. Pada tahun 1869, dikeluarkan UU baru yang mengakui keberadaan profesi akuntan dalam penanganan perusahaan bangkrut, bersama dengan profesi pengacara.
            Dengan pengakuan atas profesi akuntan ini, maka beberapa akuntan ternama di Liverpool dengan dukungan dari pengacara mendirikan Incorporated Society of Liverpool pada tahun 1870. Tujuannya awalnya adalah untuk menyepakati pembagian kerja antara profesi pengacara dan akuntan dalam penanganan perusahaan bangkrut. Organisasi ini kemudian juga menjadi organ yang menyeleksi akuntan yang dianggap memiliki kualifikasi untuk melaksanakan tugas profesi dan memudahkan klien dalam memilih akuntan. Pendirian Incorporate Society of Liverpool, diikuti dengan pendirian Institute of Accountant in London (1870),
            Manchester Institute of Accountants (1871) dan Institute of Accountants in Sheffield (1877), yang semuanya berupaya mendapat kepercayaan masyarakat, sehingga jasanya digunakan, melalui seleksi keanggotaan berdasarkan kompetensi dan reputasi. Untuk mendapatkan kepercayaan ini mereka melakukan seleksi keanggotaan yang ketat, memiliki kantor yang bagus yang dilengkapi dengan perpustakaan yang lengkap, dan menerbitkan semacam majalah atau newsletter yang disebarkan ke anggota dan klien mengenai perkembangan pengetahuan yang mereka miliki.
            Tindakan Institute of Accountant in London yang membatasi keanggotaan organisasi berdasarkan kompetensi dan domisili menimbulkan reaksi dari akuntan-akuntan yang tidak memenuhi persyaratan. Mereka kemudian membentuk organisasi tandingan Society of Accountants in England pada tahun 1872. Untuk menarik anggota, mereka membuka keanggotaan yang lebih terbuka untuk seluruh wilayah Inggris sehingga jumlah anggota merekapun beragam baik dari segi kompetensi maupun domisili. Menanggapi berdirinya Society, pada tahun yang sama Institute of Accountant in London kemudian juga tidak membatasi domisili anggota. Sebagai konsekuensinya, mereka mengubah namanya menjadi Institute of Accountant.
Pada tahun 1878, Institute of Accountant memutuskan untuk mengupayakan meningkatkan status mereka menjadi satu-satunya organisasi akuntan dengan mempersiapkan rancangan undang-undang yang terkait dengan hal tersebut. Hal ini menimbulkan kepanikan pada Society. Mereka segera memberikan tanggapan. Awalnya, pada bulan November 1878, mereka mengajukan usulan ke walikota London untuk menjadi semacam “sworn body of accountant”. Sebulan kemudian mereka mengajukan usulan ke Institute untuk melebur menjadi satu organisasi.
Pada bulan Januari 1879, terjadi banyak perkembangan pada perkumpulan-perkumpulan akuntan tersebut. Institute menerima usulan Society dan kedua perkumpulan ini mulai melakukan pembicaraan. Society mengusulkan agar Institute dapat menerima keanggotaan dari akuntan yang bekerja di perusahaan. Namun Institute mempertahankan untuk membatasi keanggotaan dengan alasan ‘that the true interest of the profession requires that eligibility for membership should be limited to persons whose business is that of public accountant’. Institute mempertahankan posisinya karena pada saat yang sama, perkumpulan akuntan lain, yaitu Liverpool Society, Manchester Institute, Sheffield Institute dan Accountants’ Incorporation Association juga mengusulkan untuk bergabung dengan Institute of Accountants. Akibat dari sikap Institute, pembicaraan mengenai penyatuan perkumpulan terhenti dan Society menarik dukungan atas rancangan UU yang diusulkan oleh Institute.
            Namun, dalam perkembangan selanjutnya, beberapa anggota parlemen menyarankan kepada Institute untuk menarik rancangan UU yang diusulkan. Selain itu mereka menyarankan Institute agar mengupayakan Royal Charter.
            Pada pertengahan tahun 1879, usulan Royal Charter ditandatangani oleh ketua dari perkumpulan￾perkumpulan  Institute of Accountants, the Society of Accountants in England, the Manchester and Sheffield Institutes, the Liverpool Society. Mereka pada tahun 1880 memperoleh Royal Charter dengan nama baru Institute of Chartered Accountants in England & Wales (ICAEW) dan untuk selanjutnya menyebut anggotanya sebagai Chartered Accountant (CA).
            Pada tahun 1883, Bankruptcy Act yang baru disahkan. UU ini menetapkan suatu jabatan baru dalam likuidasi perusahaan yang disebut Official Receiver yang sekaligus menghilangkan peran akuntan dalam likuidasi perusahaan. Perubahan Bankruptcy Act ini disebabkan karena sebelumnya ditemukan bahwa akuntan yang menjadi anggota tim likuidasi banyak yang tidak segera menyerahkan dana hasil likuidasi atas aset dari perusahaan yang bangkrut ke kreditor. Mereka malah menahan dana tersebut. Dengan adanya Bankruptcy Act yang baru ini maka akuntan kehilangan sumber pendapatan utamanya. Dan juga kepercayaan.
            Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, ICAEW memutuskan untuk melakukan seleksi keanggotaan yang lebih ketat dengan membuat ujian masuk yang lebih sulit. Hal ini kemudian mendorong didirikannya Society of Accountants and Auditors yang anggotanya adalah orang-orang yang tidak lulus ujian kualifikasi ICAEW, dan terjadilah persaingan antara Society dengan Institute.
            Hubungan antara kedua organisasi ini menarik, karena dalam persaingan juga terdapat upaya untuk melakukan merjer. Pada tahun 1893, Society mengusulkan rancangan UU Public Accountant untuk memperkuat profesi yang isinya yang mengatur registrasi akuntan hanya dapat dilakukan oleh anggota Society dan ICAEW. Usulan ini ditanggapi oleh ICAEW dengan mengusulkan rancangan UU Akuntan Publik tandingan yang membatasi registrasi akuntan hanya dapat dilakukan oleh anggota ICAEW. Kedua rancangan UU ini ditolak. Namun, pada tahun 1897 ICAEW dan Society mencoba menyusun rancangan UU Chartered Accountant yang berisi penyatuan kedua organisasi ini. Namun rancangan ini tidak disetujui oleh Rapat Anggota kedua organisasi.
Pada tahun 1900 disahkan Companies Act yang mewajibkan perseroan terbatas untuk membuat laporan keuangan yang diaudit. Namun UU ini tetap tidak mengatur akuntan yang berhak untuk melakukan audit. Pemilihan akuntan sepenuhnya melalui mekanisme pasar, dan untuk itu perkumpulan akuntan bersaing untuk memperoleh kepercayaan masyarakat agar anggotanya dipercaya sebagai auditor. Dengan adanya Companies Act ini, berbagai perkumpulan akuntan berdiri untuk memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh UU tersebut, antara lain London Association of Accountants pada tahun 1904 yang kemudian berkembang menjadi Association of Certified Accountant (ACA) pada tahun 1971, dan setelah mendapat Royal Charter pada tahun 1974, diubah menjadi Chartered Association of Certified Accountants (CACA) pada tahun 1984 dan kemudian menjadi Association of Chartered Certified Accountants (ACCA) pada tahun 1996. Sementara itu, Society of Accountants and Auditors mengubah namanya menjadi Society of Incorporated Accountants and Auditors dan menyebut anggotanya dengan Incorporated Accountant
Pada tahun 1909 dikeluarkan Companies Act yang baru yang mewajibkan seluruh perusahaan untuk membuat laporan keuangan yang diaudit dan menetapkan peran akuntan sebagai auditor yang bertanggung jawab atas laporan kepada pemegang saham. Untuk menindaklanjuti Companies Act ini, dibuat rancangan UU yang mengatur registrasi praktisi akuntan di Inggris dan Wales, namun rancangan UU ini gagal karena tidak mengatur akuntan di Skotlandia dan Irlandia. Upaya ini diulang pada tahun 1911, namun tetap gagal.
            Pada tahun 1955 Society bergabung dengan Institute menjadikan Institute sebagai organisasi profesi terbesar di Inggris. ICAEW yang besar ini terdiri dari anggota-anggota dengan latar belakang yang berbeda. Sebagian anggota bekerja pada perusahaan, sebagian lagi bekerja pada kantor akuntan besar, dan sebagian pada kantor akuntan kecil. Hal ini menyebabkan timbulnya perbedaan kepentingan di antara anggota ICAEW. Karena itu, pada tahun 1968 ICAEW mengusulkan reformasi profesi akuntan melalui dua perubahan besar. Usulan pertama adalah merger dengan lima organisasi profesi akuntansi yang besar Institute of Chartered Accountants of Scotland (ICAS), Institute of Chartered Accountants in Ireland (ICAI), Association of Chartered Certified Accountants (ACCA), Chartered Institute of Public and Finance Accountants (CIPFA) dan Chartered Institute of Management Accountants (CIMA). Kedua, menyederhanakan jumlah kualifikasi menjadi dua, yaitu: the Chartered Accountant (kualifikasi tinggi) and the Licentiate Accountant (kualifikasi lebih rendah).
            Usulan reformasi profesi akuntan tidak tercapai. Namun pada tahun 1974 keenam organisasi ini membentuk Consultative Committee of Accountancy Bodies (CCAB) yang bertujuan untuk perwakilan atas permasalahan bersama. Akuntan anggota organisasi anggota CCAB ini sering menyebut dirinya sebagai CCAB-qualified accountants.
Baru pada tahun 1989, melalui Companies Act 1989 yang kemudian disempurnakan pada tahun 2006, terjadi pengaturan mengenai profesi akuntan publik, dimana akuntan yang dapat melakukan audit atas perseroan terbatas adalah akuntan yang menjadi anggota lima organisasi anggota CCAB atau anggota Association of International Accountants (AIA). Keenam organisasi ini disebut Recognised Qualifying Bodies (RQBs). Selain itu juga ada Recognised Supervisory Bodies (RSBs) dengan fungsi yang sama tapi anggota yang berbeda, yaitu 4 organisasi anggota CCAB (CIPFA tidak termasuk) dan Association of Authorized Public Accountant(APPA). Mengingat CIPFA sedang tidak aktif sebagai RQB dan APPA sudah menjadi bagian dari ACCA, maka sebetulnya organisasi profesi akuntan (publik) yang dominan sekarang ini di Inggris adalah ICAEW, ICAS, ICAI yang menyebut anggotanya sebagai Chartered Accountant, ACCA yang menyebut anggotanya Chartered Certified Accountant, dan AIA yang menyebut anggotanya sebagai International Accountant.

2.4       Profesi Akuntan di Masyarakat
          Pada periode 1870-1900 perekonomian Amerika Serikat mengalami banyak perubahan. Amerika mengalami ledakan penduduk, industrialisasi, persaingan kereta api, perpindahan penduduk dari desa ke kota, dan tumbuhnya kelas menengah. Situasi ini mengundang investasi dari perusahaan-perusahaan dari Inggris yang kemudian membuka pintu bagi akuntan-akuntan Skotlandia dan Inggris. Akuntan-akuntan ini melihat bahwa belum ada organisasi profesi sebagaimana yang mereka miliki di Inggris sehingga mereka kemudian mendirikan organisasi serupa.
            Organisasi profesi akuntan pertama di Amerika adalah Institute of Accountants yang didirikan pada tahun 1882. Keanggotaan terbuka untuk setiap akuntan yang lulus ujian masuk. Sedangkan fungsi dari organisasi adalah pendidikan akuntan. Setelah itu, beberapa organisasi berdiri, di antaranya American Association of Public Accountants (AAPA) pada tahun 1887 yang membatasi pada keanggotaannya hanya untuk akuntan publik. Pendiri Association adalah Chartered Accountant dari Inggris. Mereka mendirikan Association untuk memperoleh status sebagaimana yang mereka peroleh di Inggris. Institute tidak dapat mewakili status yang mereka harapkan karena keanggotaannya yang lebih terbuka untuk semua akuntan.
Pada tahun 1895 dan 1896, Association dan Institute, secara individual dan kemudian bersama-sama mengajukan usulan untuk memperoleh pengakuan hukum dari Negara Bagian New York untuk dapat memberikan lisensi akuntan profesional yang memenuhi persyaratan pendidikan dan domisili. Usulan mereka ditolak. Keputusan dari Pemerintah Negara Bagian New York adalah akuntan profesional yang diakreditasi oleh negara, dimana akuntan yang telah memenuhi persyaratan ujian dan pelatihan, akan diberikan lisensi oleh Pemerintah Negara Bagian di mana akuntan bekerja. Dengan lisensi yang diberikan oleh Pemerintah akuntan berhak mendapat gelar akuntan publik bersertifikasi (certified public accountant). Sistem New York ini diadopsi oleh negara bagian lainnya dan pada setiap negara bagian didirikan organisasi profesi akuntan, yang disebut society, yang mengatur dan mengadministrasikan dari akuntan terpisah dengan organisasi yang berskala nasional seperti AAPA.
            Permasalahan yang kemudian timbul ketika itu adalah akuntan harus meyakinkan masyarakat bahwa mereka memiliki profesionalisme yang tinggi, terutama dalam hal pendidikan, pelatihan dan etika. Hal ini karena adanya kritik dari kalangan masyarakat mengenai standar akuntansi dan auditing dan keprihatinan di kalangan akuntan mengenai standar kelulusan yang berbeda di antara society di masing-masing negara bagian. Untuk mengatasi permasalahan ini pada tahun 1902 dibentuk Federation of Societies of Public Accountants. 3 tahun kemudian, organisasi ini kemudian merger dengan Association, dan kemudian mengubah namanya menjadi Institute of Certified Public Accountants in United States of America pada tahun 1916, dan setahun kemudian berubah menjadi American Institute of Accountants (AIA).
            Pemimpin AIA mengarahkan organisasi seperti organisasi profesi di Inggris. Mereka berupaya untuk mendapatkan otonomi, menjadi organisasi yang dapat mendisiplinkan anggotanya. Masalahnya, anggota Institute juga terikat aturan yang berlaku di masing-masing negara bagian. Untuk mengatasi kesulitan untuk menguasai anggota secara penuh, Institute kemudian memperluas keanggotaan tidak terbatas pada akuntan publik bersertifikasi. Akuntan publik bersertifikasi berkeberatan atas kebijakan ini dan Institute menghadapi perpecahan.
            Akuntan publik bersertifikasi kemudian mendirikan organisasi tandingan, American Society of Certified Public Accountants (ASCPA), pada tahun 1921. Keanggotaannya terbatas pada akuntan publik bersertifikasi. Setelah perpecahan ini, lalu timbul upaya untuk menyatukan organisasi, terutama untuk kesamaan standar ujian. Pada tahun 1936, Institute dan Society merger menjadi American Institute of Public Accountants, yang kemudian menjadi American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) pada tahun 1957. Upaya untuk mendapatkan otonomi penuh tidak pernah tercapai, karena lisensi akuntan masih diberikan oleh Negara. Karena itu, berbeda dengan situasi di Inggris, hanya ada satu sebutan untuk akuntan yang dapat untuk melakukan audit, yaitu CPA.

2.5       Profesi Akuntan di Indonesia
          Lahirnya profesi akuntansi di Indonesia dipicu oleh pengakuan Pemerintah atas profesi akuntansi melalui Undang-Undang nomor 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar Akuntan (Accountant). Undang-Undang ini mengatur bahwa yang berhak memakai gelar akuntan adalah seseorang yang memiliki ijazah akuntan dari universitas negeri atau badan perguruan tinggi lain yang dibentuk oleh Undang-Undang atau diakui Pemerintah atau seseorang yang lulus dalam ujian lain yang dapat disamakan dengan ijazah universitas negeri. Undang-Undang ini juga mengatur pemakaian nama kantor akuntan, biro akuntan, dan nama lain yang menggunakan kata akuntan dan akuntansi hanya untuk kantor yang dipimpin oleh orang yang berhak menggunakan gelar akuntan.
Undang-Undang ini dibuat untuk melindungi pengguna jasa akuntan karena sebelumnya banyak yang mengaku sebagai akuntan tanpa kualifikasi yang memadai dan untuk melindungi profesi akuntan sendiri karena banyak orang yang mengaku sebagai akuntan yang merangkap pekerjaan sebagai makelar, jual beli rumah dan sebagainya. Kata akuntan sendiri merupakan kata yang masih asing bagi masyarakat Indonesia. Kata ini sering rancu dengan kata contant yang berarti tunai sehingga akuntan dipersepsikan sebagai kasir. Akuntan juga sering disalah-artikan sebagai pengusaha angkutan.
            Undang-Undang ini semacam lisensi yang diberikan negara sebagaimana yang terjadi di Amerika Serikat. Bedanya, lisensi di Indonesia langsung diberikan kepada lulusan universitas negeri, sedangkan di Amerika lisensi diberikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh profesi.
            Universitas Indonesia membuka jurusan akuntansi sejak tahun ajaran 1952/1953 dan merupakan satu-satunya universitas negeri yang menyelenggarakan pendidikan akuntansi di Indonesia sampai dengan tahun 1960 yaitu pada saat Sekolah Tinggi Keuangan Negara didirikan.
            Tahun 1957 untuk pertama kalinya Universitas Indonesia menghasilkan akuntan sebanyak empat orang, yaitu Basuki Siddharta, Hendra Darmawan, Tan Tong Joe, dan Go Tie Siem. Lulusan lokal ini tidak memenuhi persyaratan menjadi anggota organisasi profesi akuntan Belanda. Akibatnya, mereka tidak dapat menandatangani laporan. Maka lulusan baru ini didukung oleh dosennya yang bernama Sumardjo Tjitrowarsito merintis pendirian organisasi profesi akuntan di Indonesia. Mereka mengajak akuntan bangsa Indonesia lulusan Belanda, yaitu Sumardjo, Abutari, Tio Poo Tjiang, Tan Eng Oen, Teng Sioe Tjhan, Liem Koei Liang, dan The Tik Him. Ketujuh orang ini sebetulnya sudah menjadi anggota organisasi profesi akuntan Belanda, namun mereka mendukung rencana pendirian organisasi akuntan Indonesia ini. Pada 23 Desember 1957 tercapai kesepakatan untuk mendirikan organisasi profesi yang disebut sebagai Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang secara hukum memperoleh pengesahan hukum pada awal tahun 1959.
            Dalam perjalanannya, sampai awal tahun 1970an, profesi akuntansi tidak mengalami perkembangan, karena perekonomian nasional yang mengalami kesulitan sejak pemutusan hubungan dengan Belanda dan negara￾negara Barat dan dilakukannya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Selama lebih dari 10 tahun, hanya terdapat 12 kantor akuntan. Dengan terbukanya kembali investasi asing pada tahun 1967 dan untuk persiapan pembukaan kembali pasar modal, IAI diminta Pemerintah untuk menguatkan profesi dengan mengeluarkan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), Norma Pemeriksaan Akuntansi (NPA), dan Kode Etik Akuntan. Standar dan kode etik ini kemudian diperbarui dari tahun ke tahun.
Namun, kedatangan investasi asing ini diikuti pula dengan kedatangan akuntan asing. Kehadiran akuntan asing ini menimbulkan ketegangan yang panjang selama bertahun-tahun, antara Pemerintah sebagai pemberi izin dan profesi akuntan.
            Pada tahun 1979, profesi akuntan mendapat kepercayaan dari Pemerintah untuk berperan dalam peningkatan pendapatan pajak. Melalui SK Menteri Keuangan tahun 1979 mengatur laporan keuangan wajib pajak yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian harus diterima oleh kantor pajak sebagai dasar perhitungan pajak, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Ketika itu, sistem perpajakan masih menganut Official Assessment Systems di mana perhitungan pajak dilakukan oleh Kantor Pajak. Kepercayaan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh profesi. Banyak terjadi manipulasi laporan keuangan yang berdampak pada banyak akuntan publik yang dikenakan hukuman dan sampai dicabut izinnya. Kepercayaan ini akhirnya ditarik kembali oleh Departemen Keuangan, dan bahkan dibentuk Tim Pembina Akuntan Publik sebagai bentuk kekurangpercayaan Pemerintah terhadap kemampuan IAI untuk mengawasi anggotanya.
            Pada tahun 1990an, profesi akuntan semakin diakui perannya yang terlihat dari dimasukkannya persyaratan pembuatan Laporan Keuangan berdasarkan standar akuntansi yang disusun oleh IAI dan kewajiban untuk diaudit untuk perusahaan-perusahaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam berbagai Undang-undang.Puncaknya terjadi pada akhir tahun 1990an. Untuk menghadapi liberalisasi pasar jasa akuntan, IAI diberdayakan dengan diberi kewenangan untuk pengujian dan pemberian sertifikasi akuntan (yang kemudian dikenal dengan USAP), pendidikan lanjutan (PPL), dan pembinaan terhadap anggota. USAP hanya dapat diikuti oleh Akuntan dan lulusan USAP berhak untuk menggunakan gelar Bersertifikat Akuntan Publik (BAP).
            Mengikuti tren yang terjadi di Amerika Serikat, pada tahun 2001 Departemen Keuangan mulai merintis pembuatan RUU Akuntan Publik yang pada dasarnya memberikan pengaturan yang lebih ketat terhadap akuntan publik, termasuk ancaman hukumannya. RUU ini mengalami penolakan dari profesi. Dengan penolakan ini, Departemen Keuangan memperhitungkan bahwa proses pengesahan RUU ini membutuhkan waktu yang lama sehingga mereka pada tahun 2002 mengeluarkan SK Menteri Keuangan yang isinya mengadopsi sebagian dari RUU. Hal yang signifikan dan berpengaruh terhadap kantor akuntan dari aturan baru ini adalah mengenai kewajiban untuk rotasi.
            Sementara itu, banyak perkembangan lain dalam organisasi IAI. Pada tahun 1977 didirikan Seksi Akuntan Publik, yang dikenal dengan sebutan IAI-SAP. Pendirian IAI-SAP ini merupakan aspirasi dari akuntan publik. Seorang aktivis senior IAI menyatakan: “Di seluruh dunia, akuntan publik diurus akuntan publik,
akuntan publik yang memimpin organisasi profesi” (Tuanakotta, 2007). Pada tahun 1994 IAI-SAP berubah menjadi Kompartemen Akuntan Publik dengan pemberian otonomi dalam melakukan disiplin profesi. Pendirian Kompartemen Akuntan Publik ini diikuti oleh pendirian Kompartemen Akuntan Manajemen, Kompartemen Akuntan Pendidik, dan terakhir Kompartemen Akuntan Sektor Publik. Selanjutnya, pada tahun 2008, Kompartemen Akuntan Publik dan Kompartemen Akuntan Manajemen menjadi organisasi dengan badan hukum yang terpisah dari IAI dengan nama Insitut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Insitut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI). IAPI dan IAMI sebagai asosiasi menjadi anggota dari IAI. Sementara itu, pada tahun 2014, IAI membentuk Kompartemen Akuntan Pajak.
Selain itu, juga terjadi perkembangan dalam profesi akuntan. Pada tahun 1980, lulusan perguruan tinggi swasta berkesempatan untuk menjadi Akuntan dengan mengikuti Ujian Nasional Akuntan (UNA). Pada tahun 1998 sistem UNA dihapuskan dan Program Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk) yang harus diikuti baik oleh lulusan perguruan tinggi negeri maupun swasta untuk memperoleh sebutan Akuntan.
            Pada akhir periode 2000an, dengan desakan dari Lembaga Donor Internasional untuk meningkatkan kualitas corporate governance di Indonesia, Departemen Keuangan kembali memproses RUU Akuntan Publik. Pada tahun 2011, UU No 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik disahkan. UU membuka kesempatan yang lebih luas untuk menjadi akuntan publik. Tidak terbatas hanya Akuntan. Dengan demikian proses untuk mengikuti ujian sertifikasi menjadi lebih pendek. IAPI ditetapkan oleh Kementerian Keuangan sebagai Asosiasi Profesi Akuntan Publik. IAPI menamakan ujian sertifikasi sebagai CPA of Indonesia Examdan pemegang sertifikat disebut Certified Public Accountant of Indonesia (CPA).
            Pada tahun 2014, Kementerian Keuangan mengeluarkan aturan baru mengenai Akuntan Register Negara melalui Peraturan Menteri Keuangan No 25/PMK.01/2014. Akuntan Register Negara merupakan sebutan dari Akuntan yang dikenal sebelumnya sesuai dengan UU No 34 tahun 1954. Perbedaannya adalah jika sebelumnya untuk memperoleh sebutan akuntan harus mengikuti Program Pendidikan Profesi Akuntan, dengan aturan yang sekarang, untuk menjadi Akuntan Register Negara dapat melalui ujian sertifikasi akuntan profesional. Seorang akuntan register negara dapat mendirikan Kantor Jasa Akuntansi. Kantor Jasa Akuntansi dapat memberikan jasa akuntansi seperti jasa pembukuan, jasa kompilasi laporan keuangan, jasa manajemen akuntansi manajemen, konsultasi manajemen, jasa perpajakan, jasa prosedur yang disepakati atas informasi keuangan, dan jasa sistem teknologi informasi. Kantor Jasa Akuntansi dilarang memberikan jasa asurans.



BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Kata “profesi” diadaptasi dari bahasa Inggris, yaitu “profession” yang berasal dari bahasa Latin “professus”. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu mampu atau ahli di bidang tertentu. Sehingga pengertian profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan tinggi, dimana umumnya mencakup pekerjaan mental yang didukung dengan kepribadian dan sikap profesional.
Dari pembahasan diatas diketahuI bahwa yang dimaksud Profesi Akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik. Akuntan publik sangatlah  banyak diminati oleh orang-orang yang memiliki latar belakang berpendidikan akuntansi maupun ekonomi manajemen, namun tidak semua orang-orang bisa menempati sebagai akuntan publik karena pada akuntan publik memiliki peranan yang tidak semua orang menyanggupinya.
3.2       Saran
Dari uraian makalah ini, kami merekomendasikan pentingnya untuk menjadi akuntan publik yang baik dan professional seharusnya menguasai dan mengikuti 8 prinsip etika profesi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan tidak menyimpang dari standar pedoman yang telah di tetapkan.




DAFTAR PUSTAKA

·         Duska, Ronald, Duska, Brendan S and Julie Ragatz, (2011), Accounting Ethics, Second Edition, John Willey & Sons, Chapter 4
·         Kartikahadi, Hans (2010), Pelangi di Cakrawala Profesi Akuntan, Sebuah Memoar, PT Buana Ilmu Populer
·         Lee, Tom, (1995) The professionalization of accountancy. A history of protecting the public interest in a self-interested way, Accounting, Auditing & Accountability Journal, 8,4, 48-69
·         Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 25/PMK.01/2014 Tentang Akuntan Register Negara
·         Tuanakotta, Theodorus M. (2007), Setengah Abad Profesi Akuntan, Penerbit Salemba Empat
·         Undang-Undang No. 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan
·         Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik
·         Walker, Stephen P., (2004), The Genesis of Professional Organization in English Accountancy, Accounting, Organization and Society, 29, 127-156.
·         Willmott, Hugh, (1986), Organising the profession: a Theoretical and Historical Examination of the Development of the Major Accountancy Bodies in the UK, Accounting, Organization and Society, 11, 6, 555-580.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel