IKSHAN HASAN

LightBlog

Breaking

TGM

loading...
loading...

Rabu, 05 Desember 2018

Makalah Kekuasaan dan Politik dalam Organisasi ( PO )


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang   
Study tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi cuma sedikit. Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik merupakan sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan merupakan kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.
Politik bukan hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unitkeluarga. Politik merupakan suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan.
Politik yang dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer,  serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai,maka kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

B.     Tujuan Makalah
Adapun tujuan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.     Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2.     Dapat mengetahui taktik kekuasaan
3.     Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan.
4.     Dapat mengetahui politik dalam organisasi.
5.     Dapat mengetahui etika berpolitik dalam organisasi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Kekuasaan
      Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Apabila Semakin besar ketergantungan B pada A, maka semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.

1.      Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Kebanyakan Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok. Biasanya Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Terdapat Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah satu perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan. Suatu Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh.
Kepemimpinan biasanya berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut. Kepemimpinan meminimaliskan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas beberapa pertanyaan-pertanyaan seperti : Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai mana tingkat proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya penelitian mengenai kekuasaan biasanya cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah. Penelitian tersebut melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-kelompok yang lain.

2.      Landasan Kekuasaan
a.        Kekuasaan Formal
          Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau memberi imabalan, atau dari wewenang formal.

1)      Kekuasaan Koersif (Coercive Power)
Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena adanya rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif biasanya mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustrasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.

2)      Kekuasaan Imbalan (Reward Power)
Kebalikan dari kekuasaan koersif yaitu kekuasaan imbalan (reward power). Orang akan memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan berbuat demikian ia akan mendapatkan manfaat yang positif. oleh Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai tinggi akan memiliki kekuasaan atas orang lain itu. Imbalan tersebut bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah, dan bonus; atau bersifat nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih disukai.
Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika kita dapat membuang sesuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai negatif, Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika kita dapat memberi seseorang sesuatu yang bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki kekuasaan imbalan atas orang itu.

3)      Kekuasaan Legitimasi(legitimate power)
Dalam kelompok atau organisasi formal, kemungkinan akses yang paling mudah ditemui pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan tersebut melambangkan kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan dapat mencakup kekuasaan koersif dan imbalan. Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas dibandingkan kekuasaan untuk memaksa dan memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan tersebut mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah, presiden bank, atau kapten tentara berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada dalam wewenang jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan dan, biasanya, mematuhinya.

b.        Kekuasaan Pribadi
Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik dan berasal dari dalam diri. Terdapat dua basis kekuatan pribadi yaitu kekuasaan karena keahlian dan juga kekuasaan rujukan.

1.      Kekuasaan karena Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan karena keahlian (expert power) merupakan pengaruh yang diperoleh dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena pekerjaan semakin terspesialiasi, maka kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian dan dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita mengikuti saran-saran yang diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri,dan spesialis – spesialis lain mampu untuk menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

2.      Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Kekuasaan rujukan (referent power) biasanya didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya akan menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas saya karena  saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan bisa berkembang dari kekaguman kita terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

3.      Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif
Hal yang paling menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-sumber  kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena keahlian  terhadap penyeliaan yaitu komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja mereka, sedangkan kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara langsung dengan hasil semacam ini.

B.     Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan
Aspek terpenting dari kekuasaan yaitu bahwa hal ini merupakan suatu fungsi ketergantungan. Dalam hal ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman mengenai ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri.

1.      Postulat Umum tentang Ketergantungan
Apabila semakin besar ketergantungan B kepada A, maka semakin besar kekuasaan A atas B. Ketika Anda sudah memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda seorang dirilah yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, suatu ketergantungan berbanding terbalik dengan sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya sangat banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas, kecerdasan  sebagai suatu kualitas tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian jugs, diantara orang-orang super kaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.

2.      Penyebab Ketergantungan
Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang Anda kendalikan itu penting, langka, dan tak tergantikan.
·         Nilai Penting
Jika tak ada seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada Anda tidak akan tercipta. Oleh Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda kontrol haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan individu atau kelompok yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai penguasa sumber daya yang penting.
·         Kelangkaan
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah sangat banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Hal Ini dapat membantu  menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka tersebut dalam hal ini, pengetahuan yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan. Hal ini juga dapat membantu menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara pandang lain tampak tidak logis , seperti menghancurkan manual prosedur yang menguraikan bagaimana suatu pekerjaan ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam pekerjaan mereka atau bahkan untk menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam menjalankan pekerjaan tersebut, menciptakan bahasa dan dan beragam istilah khusus yang menghambat orang lain untuk memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi secara rahasia sehingga suatu kegiatan akan tampak lebih rumit dan sulit dibanding yang sebenarnya.
Hubungan antara kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang telah memiliki jabatan di mana persediaan personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk mencari dosen bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk para guru teknik komputer sangat ketat : permintaan memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya.
·         Keadaan Tak Tergantikan
Semakin sedikitnya pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada banyak tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar berkorelasi terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan. Semakin banyak pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar tersebut melalui publikasi karyanya, semakin leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas yang lain menginginkan tenaga pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang, pemintaan akan jasa tenaga pengajar tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja tenaga kerja juga turut mengubah hubungan ini dengan cara membatasi alternatif yang dimiliki kepala jurusan, tenaga-tenaga pengajar yang baru sedikit mempublikasikan karyanya atau tidak memiliki publikasi sama sekali memiliki mobilitas paling kecil dan mendapat pengaruh terbesar dari atasan mereka.

C.    Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah suatu cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam tindakan-tindakan tertentu. Di bagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan taktik yang populer untuk digunakan dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding yang lain. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu :
ü  Legitimasi
Mengandalkan posisi kewenangan atau kekuasaan seseorang atau menekankan bahwa sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
ü  Persuasi rasional
Menyajikan argumen-argumen yang logis (masuk akal) dan berbagai bukti faktual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
ü  Seruan inspirasional
Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara-cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.
ü  Konsultasi
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam mengabil keputusan atau memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan dijalankan.
ü  Tukar pendapat
Memberikan imbalan atau hadiah kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
ü  Seruan pribadi
Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
ü  Menyenangkan orang lain
Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat akrab sebelum membuat permintaan.

ü  Tekanan
Yaitu dengan cara menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.
ü  Koalisi
Meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran (target) atau menggunakan dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran tersebut setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara khusus kebanyakan bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan konsultasi cenderung menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan yang lebih sering menjadi bomerang dan paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Kita juga dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan lebih dari satu jenis taktik pada saat yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik anda itu selaras. Sebagai contoh menggunakan taktik yang menyenangkan orang lain ataupun legitimasi dapat meminimalisir reaksi negatif yang mungkin akan timbul akibat “didikte” oleh atasan.

a.  Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi
Koalisi adalah suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi pemegang kekuasaan. Oleh Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam kebanyakan contoh, hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. Orang di luar kekuasaan yang dengan bersatu, bisa menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri dari anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”.
Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar saling ketergantungan di dalam organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta apabila terdapat banyak ketergantungan tugas dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit yang saling ketergantungan di antara berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan koalisi bilamana berbagai sub unit itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah.
Terakhir pembentukan suatu koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin atau banyak tugas semua kelompok, semakin besar kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan, semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka perlu membangun koalisi. Ini dapat membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat pekerja, khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-karyawan di sini dalam kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih mampu menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika mereka bertindah sendiri-sendiri.


b.   Pelecehan seksual ( ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja)
Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas atau kegiatan yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang tak nyaman. Pelecehan seksual biasa didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat seksual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana keerja yang tak nyaman. Mahkamah Agung AS membantu memperjelas definisi tersebut dengan menambahkan bahwa tes kunci untuk menentukan apakah telah terjadi pelecehan seks adalah apakah komentar atau perilaku di suatu lingkungan kerja umumnya akan dianggap, dan memang dipandang tak menyenangkan ataupun merendahkan. Pada umumnya organisasi telah membuat  kemajuan besar kearah pembatasan bentuk-bentuk pelecehan seks terbuka selama dasawarsa silam. Hal Ini mencangkup sentuhan fisik yang tidak diinginkan, permintaan kencan yang berulang sementara orang yang diajak jelas-jelas tidak berminat, dan ancaman disertai  kekerasan bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaan bila ia menolak ajakan berhubungan seks
Pelecehan seksual merupakan masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan berbuat tidak senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi aturan atau hukum. Namun anda bisa memahami pelecehan seksual muncul ke permukaan dalam organisasi jika anda menganalisnya dalam bingkai kekuasaan telah dijelaskan.
Bagaimana pelecehan seksual tersebut dapat mengakibatkan kehancuran sebuah organisasi, tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager perusahaan dalam mencegah pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager bisa melindungi diri mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah sebagai berikut :
1.    Pastikan adanya sebuah kebijakan yang sangat tepat mendefinisikan hal-hal yang merupakan pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat karena melakukan pelecehan seksual semacam itu kepada  karyawan lain, dan yang menetapkan prosedur untuk menyampaikan keluhan.
2.    Yakinkanlah karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika mereka menyampaikan keluhan mereka.
3.      Selidikilah setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia perusahaan.
4.      Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.
5.  Adakan seminar internal untuk bisa membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu seputar pelecehan seksual dan pelecehan.

Kesimpulannya yaitu bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk melindungi karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak akan menyadari bahwa salah seorang karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi hal itu mungkin tidak akan melindungi mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum meyakini bahwa seorang manager sudah tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah tanggung jawabnya, baik si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab.   

D.  Politik dalam Organisasi
DuBrin pernah menyatakan, "Politik organisasi merujuk ke pendekatan-pendekatan informal untuk memperoleh kekuasaan, melalui cara-cara di luar prestasi kerja dan keberuntungan. Politik di sini dimainkan untuk mencapai kekuasaan, baik secara langsung ataupun tidak langsung."
Sedangkan Robbins juga mengatakan bahwa "politik organisasi pada dasarnya berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi, atau berfokus pada perilaku-perilaku untuk melayani kepentingan diri sendiri, yang bukan merupakan tugas atau arahan dari organisasi"
Richard L. Daft juga mendefinisikan politik organisasi sebagai “ [kegiatan yang] melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan (power) dan sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala terdapat ketidak menentuan ataupun ketidak setujuan seputar pilihan-pilihan yang tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif. 
Politik Organisasi merupakan suatu kemampuan untuk mengidentifikasi peta kekuatan di dalam organisasi, siapa yang dominan dalam pembuatan keputusan, serta aspek-aspek yang hidden di dalam organisasi.

1.  Dimensi Perilaku Politik
Kemunculan suatu politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut yang membuka ruang yang besar bagi individu dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot telah merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu: 
1.      Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh dengan tujuan mempromosikan keinginannya;
2.      Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pengambilan keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang memungkinkan untuk memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi.
3.      Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, maka semakin ia percaya pada organisasi berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh berkurang. Kepuasan yang ia dapatkan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu memelihara status quo. Jika kepuasannya kurang maka itu akan membawa individu bertindak dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam organisasi.
4.      Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan opini politik. Semakin besar keinginan untuk mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise profesional yang tinggi, maka ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak hanya mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya.
5.      Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat di antara satu individu dengan individu lainnya di lokasi kerja akan membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6.      Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan dan ide, perilaku dan kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya). Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja pada umumnya mahir pula dalam berpolitik.
2.    Praktik politik dalam organisasi
Setiap aktor termasuk manajer akan menggunakan taktik dan strategi untuk mempengaruhi aktor lain dengan menggunakan sumber kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa taktik yang dipakai oleh para aktor adalah sebagai berikut:
·         Membentuk koalisi dengan pihak yang lain untuk meningkatkan dukungan dan sumber daya.
·         Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk suatu persepsi dan perilaku orang-orang sesuai dengan peran dan fungsinya
·         Mentransformasikan kepentingan kita menjadi kepentingan pihak lain dengan mengubah persepsi dan tindakan pihak lain
·          Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi kepentingan kita untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas
·         Melakukan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang bersinggungan dengan kepentingan kita untuk mendapatkan kompromi

E.  Etika Berpolitik dalam organisasi
Pembahasan suatu politik organisasi tidaklah lengkap tanpa berbicara tentang etika berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol dalam perilaku politik untuk mempengaruhi pihak tertentu. Etik merupakan standar moral apakah suatu perilaku baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang etis adalah suatu perilaku yang bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku politik yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai organisasi.     

Setidaknya ada terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan bahwa keputusan yang telah kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah orang terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerjaorganisasi). Dengan kata lain, suatu pengambilan  keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan produktivitas organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’ menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berbicara,
Sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip ’keadilan’ mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah atau pilih kasih sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas.
Dalam melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf) haruslah mempunyai pedoman pada tiga kriteria etis tadi.























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). apabila Semakin besar ketergantungan B pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau memberi imabalan, atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan juga kekuasaan rujukan.
Taktik Kekuasaan merupakan cara-cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan kedalam tindakan-tindakan tertentu. Ada Terdapat Sembilan taktik pengaruh diantaranya legitimasi, persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar pendapat, seruan pribadi, menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi.
            Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang dikendalikan itu penting, langka, dan tidak tergantikan. Koalisi merupakan sebuah kelompok informal yang diikat bersama dengan sebuah isu yang diperjuangkan bersama. Koalisi yang berhasil terdiri dari anggota-anggota yang sifatnya cair dan bisa berbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya. 
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak hanya dipandang sebagai bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat faktor-faktor yang berpengaruh atau berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan faktor organisasi.






























DAFTAR PUSTAKA

Sumber :
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational Behavior, Buku 2 Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba Empat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel