IKSHAN HASAN

LightBlog

Breaking

TGM

loading...
loading...

Sabtu, 05 Oktober 2019

Makalah Auditing II Pemeriksaan Piutang Usaha dan Piutang Lainnya


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Piutang usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan atau jasa secara kredit. Piutang lain-lain adalah piutang yang timbul dari transaksi diluar kegiatan usaha normal perusahaan. Perkiraan piutang pemegang saham dan piutang perusahaan afiliasi harus dilaporkan tersendiri (tidak digabung dengan dengan perkiraan piutang) karena sifatnya yang berbeda. Piutang dinyatakan sejumlah tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih.  Jumlah kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang tidak dapat ditagih. Disamping itu piutang juga mempunyai tujuan dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan secara tersendiri.
Oleh karena itu, penulis menulis makalah yang berjudul “Pemeriksaan Piutang“. Semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan terutama bagi penulis.   

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari piutang ?
2.      Bagaimana prosedur pemeriksaan piutang ?
3.      Apa saja standar audit pemeriksaan piutang ?
4.      Seberapa besar tingkat risiko pada saat pemeriksaan Piutang ?
5.      Apa saja tujuan dari pemeriksaan piutang ?
6.      Bagaimanakah contoh ICQ dari pemeriksaan piutang ?
7.      Bagaimana kertas kerja pemeriksaan piutang ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang ada dalam rumusan masalah di atas.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Piutang
Piutang dihasilkan melalui berbagai macam transaksi, dua hal yang paling umum yaitu penjualan barang dagang atau jasa dengan kredit dan meminjamkan uang. Pada tingkat pribadi kita mengenal kredit, karena kredit adalah siap tersedia dimana kita tidak harus membayar secara tunai.
Kieso, Weygandt. (2011,347) menyatakan bahwa :
“Receivable are also financial assets-they are also a financial instrument. Receivable (often referred to as loans and receivables) are claims held against customers, and others for money, goods, or services.”
Penjelasan di atas, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
“Piutang juga aset keuangan yang merupakan instrumen keuangan. Piutang (sering disebut sebagai pinjaman dan piutang) adalah klaim terhadap pelanggan, dan lain-lain untuk uang, barang, atau jasa.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2009;01.23) menyatakan bahwa :
“Aset lancar mencakup aset (seperti piutang) yang dijual, dikonsumsi atau direalisasikan sebagai bagian siklus operasi normal meskipun aset tersebut tidak diharapkan untuk direalisasikan dalam jangka waktu 12 buan setelah periode pelaporan.”
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 43
menyebutkan bahwa :
“Piutang adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha.”
Menurut Smith (2005:286), piutang dapat difenisikan dalam arti luas sebagai hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang, dan jasa. Namun, untuk tujuan akuntansi, istilah ini umumnya diterapkan sebagai klaim yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penerimaan kas. Dengan adanya hak klaim ini, perusahaan dapat menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak siapa dia berhutang.
Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 9 mendefinisikan piutang sebagai berikut :
“Piutang usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangkakegiatan usaha normal perusahaan.”
KlasifikasiPiutang

Penggolongan piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yaitu menurut sumber terjadinya, ialah piutang usaha dan piutang lain-lain. Sedangkan pengklasifikasian busa dengan beberapa cara : (1) piutang terdiri dari piutang usaha (trade receivable) dan piutang non usaha (non-trade receivable).
Piutang terdiri dari piutang yang bersifat lancar atau jangka pendek, dan piutang tidak lancar atau jangka panjang.
Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2008) piutang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.  Piutang usaha (accountsreceivable)
Transaksi yang paling banyak memungkinkan menciptakan piutang adalah penjualan barang secara kredit. Piutang usaha ini normalnya akan ditagih dalam periode waktu yang relatif pendek, seperti 30-60 hari yang dikelompokkan sebagai aset lancar.
2.  Wesel tagih (notesreceivable)
Wesel tagih adalah tagihan yang didukung dengan janji tertulis debitur untuk membayar pada tanggal tertentu. Wesel tagih diperkirakan akan ditagih dalam jangka waktu setahun. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan.
3.  Piutang lain-lain (otherreceivables)
     
      Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Apabila tertagihnya dalam waktu satu tahun maka diklasifikasikan sebagai asset tidak lancar di bawah akun investasi. Piutang ini meliputi bunga, piutang pajak, piutang pejabat atau piutang karyawan.

2.2 Prosedur Pemeriksaan Piutang Usaha
Sukrisno Agoes (2004:176) menyarankan prosedur audit piutang usaha sebagai berikut:
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan.
2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule piutang pertanggal neraca.
3. Minta aging shedule dari piutang usaha pertanggal neraca yang antara lain menunjukkan nama pelanggan (customer), saldo piutang, umur piutang dan kalau bisa subsequent collections-nya.
4. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual balance ke subledger lalu totalnya ke general ledger.
5. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger piutang dan sales invoice.
6. Kirimkan konfirmasi piutang:
a)      Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirim surat konfirmasi.
b)      Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatif.
c)      Cantumkan nomor konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat  konfirmasi.
d)      Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari perbedaannya.
e)      Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi
7. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan kas untuk periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan (audit field work). Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai subsequent collectionshanyalah yang berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa.
8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didiskontokan untuk mengetahui kemungkinan adanya contingent liability.
9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah jumlah yang disediakan oleh klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan terlalu kecil.
10.Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note dan lain-lain, lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah barang-barang yang dijual melalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau belum cari tahu alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang diperiksa, yang dibatalkan dalam periode berikutnya.
11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan correspondence file untuk mengetahi apakah ada piutang yang dijadikan sebagai jaminan.
12. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa.
2.3 Standar Audit Pemeriksaan Piutang
SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur mengenai Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit.
Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA Seksi 326 mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal dari pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang berasal dari dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang Bukti Audit menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa “Bukti audit yang diperoleh dari sumber independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar atas keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang disediakan hanya dari dalam entitas tersebut.”
Dalam paragraf 7 SA Seksi 330 dijelaskan bahwa semakin besar gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin besar keyakinan yang diperlukan auditor dari pengujian substantif yang bersangkutan dengan asersi laporan keuangan. Sebagai konsekuensinya, dengan kenaikan gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian, auditor mendesain pengujian substantif untuk memperoleh lebih banyak bukti atau bukti yang berbeda mengenai asersi laporan keuangan. Dalam keadaan ini, auditor kemungkinan menggunakan prosedur konfirmasi, bukan pengujian terhadap dokumen dari dalam entitas tersebut, atau menggunakan prosedur konfirmasi bersamaan dengan pengujian terhadap dokumen atau pihak dari dalam entitas itu sendiri.
Jadi, dalam pelaksanaan audit, jika gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian besar/tinggi, auditor harus mempertimbangkan untuk melaksanakan prosedur tambahan seperti misalnya melakukan pengujian terhadap dokumen internal perusahaan, di samping prosedur konfirmasi.
Dalam paragraf 19, SA Seksi 330 dijelaskan bahwa karena terdapat risiko bahwa penerima bentuk permintaan konfirmasi positif yang berisi informasi yang dikonfirmasi di dalamnya kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan konfirmasi tersebut tanpa melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut, formulir yang berisi ruangan yang kosong yang harus diisi oleh responden (penerima konfirmasi) dapat digunakan untuk mengurangi risiko tersebut. Namun, konfirmasi yang berisi ruangan kosong tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah jawaban konfirmasi yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha tambahan dari pihak responden dalam memberikan jawaban konfirmasi yang sesuai; konsekuensinya, auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak prosedur alternatif.
Menurut PSAK 55 (2015) Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan nonderivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentutakan dan tidak memepunyai kuotasi di pasar aktif.
Menurut Martani, et al (2012:193) piutang merupakan klaim suatu perusahaan pada pihak lain. Hampir semua entitas memiliki piutang kepada pihak lain baik yang terkait dengan transaksi penjualan/pendapatan maupun merupakan piutang yang berasal dari transaksi lainnya. Kategori piutang dipengaruhi jenis usaha entitas, untuk perusahaan dagang dan manufaktur jenis piutang yang muncul adalah piutang dagang dan piutang lainnya.Entitas menyebutkan piutang terkait dengan pendapatan sebagai piutangusaha.
2.4 Risiko Pemeriksaan Piutang
1.      Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji materiall, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian  yang saling berkaitan.
2.      Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
3.      Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.
Pada pengujian substantif atas piutang usaha, pengujian detail saldo kategori konfirmasi piutang merupakan prosedur yang penting. Prosedur ini sangat perlu dilakukan karena merupakan prosedur auditing yang diterima umum, kecuali apabila piutang tidak material, tidak efektif, resiko bawaan, maupun resiko pengendaliannya rendah, yang dimana jika risiko pengendalian ditaksir terlalu rendah, risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif. Bila auditor tidak melakukan konfirmasi, ia harus mencantumkam dalam kertas kerja  mengenai alasannya dan bagaimana akuntan mengatasinya atau tindakan alternatif yang dilakukan.
SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang dagang berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.

Model Perhitungan Risiko Audit
Model Risiko Audit (audit risk) yang paling lumrah digunakan (dan diajarkan) adalah:
AR = IR x CR x DR

Dimana:
AR      = Audit Risk
IR        = Inherent Risk
CR       = Control Risk
DR      = Detection Risk

Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:
Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persentase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan factor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas.Sedangkan CR diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal yang dimiliki oleh audite seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas,  menjadi:
DR = AR/(IR x CR)
Besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.

2.5 Tujuan Pemeriksaan Piutang Usaha
Menurut Sukrisno Agoes (2004:173) tujuan pemeriksaan perkiraan piutang usaha yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Jika akuntan publik (auditor) dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas piutang dan  transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas berjalan efektif naka luasnya pemeriksaan dan melakukan substantive test bisa dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas  atas piutang dan  transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas  adalah:
a.       Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan, mengirimkan barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan kredit, membuat faktur penjualan dan melakukan pencatatan.

b.      Digunakannya formulir formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered), misalnya sales order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjalan), delivery order (surat pengiriman barang), credit memo, official receopt (kuitansi).

c.       Digunakannya price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari price list atau setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat perusahaan yang berwenang.

d.      Diadakannya sub buju besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable subledger card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu diupdate (dimutakhirkan).

e.       Setiap akhkr bulan dibuat aging schedule piutang (analisis umur piutang)

f.       Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan dibandingkan (direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
g.      Setiap akhir bulan dikirim montly statement of account kepada masing-masing pelanggan.
h.      Uang kas, check atau giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam jumlah sutuhnya(intact) paling lambat keesokan harinya.

i.        Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang berasal dari retur penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.

j.        Setiap pinjaman yang diberikan kepada pegawai, direksi, pemegang saham dan perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang, didukung bukti bukti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenakan bunga atau tidak.
2. Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut penjualan, piutang dan penerimaan kas.
a.       Semua sudah dicatat secara akurat (complete neesda accuracy)
b.      Semuanya merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, tidak ada yang fiktif (accurance/existence),
c.        Semua sudah dicatat pada periode yang tepat (cut-off)
3. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari pada piutang.
Validity maksudnya apakah piutang itu sah, masih berlaku, dalam arti diakui oleh yang mempunyai utang.
Authenticity maksudnya apakah piutang itu didukung oleh bukti-bukti yang otentik seperti sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh pelanggan sebagai bukti bahwa pelanggan telah menerima barang yang dipesan, dan faktur penjualan.
4. Untuk memeriksa collectubility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts(penyisihan piutang tak tertagih).
Collectibility maksudnya adalah kemungkinan tertagihnya piutang. Piutang harus disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) sebesar jumlah yang diperkirakan bisa di tagih.
5. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)
Jika perusahaan mempunyai wesel tagih yang didiskontokan ke bank sebelum tanggal jatuh temponya, maka pada tanggal laporan posisi keuangan (neraca) harus diungkapkan adanya contingent liability yang berasal dari pendiskontoan wesel tagih tersebut.
6. Untuk mengetahui apakah piutang yang tercantum dalam mata uang asing sudah dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs rupiah BI pada tanggal neraca.
7. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di  Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan/ SAK ETAP

2.6 Internal Control Quastioners ( ICQ ) Pemeriksaan Piutang
            A. Penjualan


No.


KLIEN


Y =

Ya


T =

Tidak


TR= Tidak Relevan
Otorisasi atas transaksi dan kegiatan
1.
Apakah setiap transaksi penjualan telah diotorisasi pejabat yang berwenang ?

ü   



2.
Apakah dalam pemberian kredit telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang ?

ü   



3.
Apakah perusahaan menggunakan daftar harga (price list)      tertulis yang    telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang ?


ü   



4.
Apakah penyimpangan dari daftar harga harus disetujui oleh staf yang berwenang ?

ü   



5.
Apakah retur penjualan harus mendapatkan persetujuan  dari yang berwenang ?

ü   


Pemisahan Fungsi dan Tugas

6.
Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi pemberian kredit dengan fungsi akuntansi ?

ü   



7.
Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi pemberian kredit dengan fungsi penagihan piutang ?


ü   



8.
Apakah fungsi penjualan terpisah dari bagian akuntansi ?

ü   


Dokumentasi dan pencatatan


9.
Apakah admin sales membuat laporan hasil penjualan dan melaporkannya kepada manager penjualan ?

ü   



10.
Apakah perusahaan memperhatikan saldo hutang pelanggan dalam memberikan kredit ?

ü   



11.
Apakah   perusahaan   membuat    target penjualan secara tertulis ?

ü   



12.
Apakah perusahaan telah menetapkan jangka waktu            kredit   untuk   setiap pelanggan ?

ü   



13.
Apakah nota kredit yang belum digunakan terkontrol dengan baik ?

ü   



14
Apakah penjualan kepada karyawan prosedurnya berbeda dengan penjualan kredit kepada coustomer ?


ü   



15.
Apakah pengunaan formulir atas setiap transaksi penjualan terkontrol dengan pemberian nomor urut terlebih dahulu (pre numbered) ?

ü   



16.
Apakah untuk setiap penjualan diminta surat pesanan (sales order) dari pembeli?

ü   



17.
Apakah setiap pengiriman barang didasarkan pada deliver Order (DO) ?

ü   



18.
Apakah bagian penjualan setelah menerima pesanan dari pelanggan terlebih dahulu mengecek stock dan
harga ?


ü   



19.
Apakah bagian penjualan membuat form nota pesanan sesuai dengan pesanan dari pelanggan ?

ü   



20.
Apakah bagian penjualan meminta persetujuan kepada bagian collection untuk setiap nota pesanan ( NP ) ?

ü   


Pengendalian atas penggunaan aktiva (pengamanan harta perusahaan)


21.
Apakah bagian penjualan mengevaluasi penjualan dengan target yang dicapai ?

ü   



22.
Apakah bagian penjualan melakukan credit analyst sebelum memberikan kredit

ü   


Pemeriksaan secara periodik oleh pihak yang independen

23.
Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pihak diluar dari fungsi penjualan ?

ü   













            B. Piutang


No.


KLIEN

Y =

Ya

T =

Tidak

TR = Tidak Relevan
Otorisasi atas transaksi dan kegiatan

1.
Apakah dalam pemberian kredit telah diotorisasikan oleh pejabat yang berwenang ?

ü   


Pemisahan fungsi dan tugas

2.
Apakah fungsi pencatatan piutang usaha dipisakan dari fungsi penjualan ?

ü   


Dokumentasi dan pencatatan

3.
Apakah bagian penagihan melakukan pengecekan kembali atas faktur penjualan, surat jalan, PO, terhadap Invoice Total Report yang diberikan oleh bagian invoice?

ü   



4.
Apakah setelah menerima faktur penjualan bagian penagihan mengelompokkan faktur penjualan tersebut per wilayah ?

ü   



5.
Apakah faktur penjualan dalam kota yang ditagih oleh collector, di tulis dalam form Laporan Penagihan Collector ?

ü   



6.
Apakah pengiriman faktur penjualan luar kota dikirimkan melalui jasa pengiriman?

ü   



7.
Apakah bagian finance membuat rekapan pemasukan uang semua rekening berdasarkan masing – masing buku Posisi Rekening ?


ü   



8.
Apakah untuk setiap faktur penjualan yang dikirimkan kepada pelanggan dibuatkan tanda terima (Invoice Receip Form)oleh bagian penagihhan ?


ü   



9.
Apakah terdapat batasan kredit maksimal yang diberikan kepada tiap pelanggan ?

ü   


Pengendalian atas penggunaan aktiva (pengamanan harta perusahaan)

10.
Apakah terdapat kebijakan manajemen untuk piutang usaha yang tidak tertagih ?

ü   



11.
Apakah bagian keuangan menghitung kecocokan uang tunai dengan buku tanda terima yang diberikan oleh bagian penagihan ?


ü   




12.
Apakah bagian keuangan memeriksa kesesuaian jatuh tempo cek / giro dengan buku tanda terima yang diberikan oleh bagian penagihan ?


ü   



13.
Apakah jatuh tempo yang diberikan oleh perusahaan selalu dipatuhi oleh pelanggan ?

ü   



14.
Apakah cek / giro yang belum jatuh tempo disimpan dalam folder giro yang belum jatuh tempo ?

ü   



15.
Apakah cek / giro yang sudah jatuh tempo dan belum disetoran, dimasukkan ke dalam amplop sesuai bank masing – masing ?

ü   



16.
Apakah staff collecting melengkapi form Laporan Penagihan Collector sesuai dengan penerimaan dari pelanggan ?

ü   



17.
Apakah bagian penagihan mengirimkan surat pernyataan piutang kepada pelanggan setiap akhir bulan ?

ü   



18.
Apakah terdapat kebijakan manajemen untuk piutang usaha yang tidak tertagih?

ü   



19.
Apakah terdapat cadangan atau penyisihan untuk piutang usaha yang tidak tertagih ?

ü   




20.
Apakah bagian penagihan langsung menyerahkan hasil tagihannya kepada kasir pada hari yang sama dengan penagihan atau paling lambat keesokan harinya ?


ü   




21.
Apakah bagian keuangan pada saat ingin melakukan penyetoran terlebih dahulu meng-cross check slip setoran dan uang serta mencatat di buku serah terima bank?


ü   


Pemeriksaan secara periodik oleh pihak yang independen

22.
Apakah terdapat pengawasan yang mencukupi untuk transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha ?


ü   



23.
Apakah berkala ?

ü   



24.
Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pihak di luar dari fungsi piutang ?

ü   






Lampiran III :

Data Aging Schedule Piutang
Data Aging Schedule PT. XYZ Periode Januari s/d Februari Tahun 2018


No


Nama


Saldo


Belum Jatuh Tempo
Hari setelah Lewat jatuh tempo


Jumlah
0-30 hari
31-60 hari
61-90 hari
91-180
hari
181-
365
hari
>365
1
PT. A
117.299.429






117.299.429
117.299.429
2
PT. B
813.797.325
236.174.500
97.094.681
423.143.944
57.384.200



813.797.325
3
PT. C
2.461.742.025
254.784.225
2.206.957.800





2.461.742.025
4
PT. D
6.064.753.375
1.434.708.250
4.332.680.062
276.488.313
20.876.750



6.064.753.375
5
PT. E
4.452.864.898
2.854.233.898
1.598.631.000





4.452.864.898












Total
13.910.457.052
4.779.900.873
6.802.585.312
699.632.257
78.260.950
0
0
117.299.429
13.910.457.052
Sumber : PT. XYZ

2.7 Kertas Kerja Pemeriksaan Piutang















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan Audit Piutang untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas . Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (ke otentikan) dari pada piutang. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih). Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable). Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di  Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan kelompok penyusun memberikan saran bahwa perlu adanya riset atau pembahasan lebih lanjut terkait praktek terbaik mutakhir pada pemeriksaan piutang usaha dan piutang lainnya yang saat ini digunakan oleh auditor terutama auditor KAP Big Four.











DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, 2012, Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Edisi ke-4, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan Per Efektif 1 Januari 2015. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta
Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik, Per 1 Maret 2011. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Sumber Referensi: Mulyadi. 2014. Auditing Edisi 6, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel