BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Piutang usaha adalah piutang yang berasal dari
penjualan barang dagangan atau jasa secara kredit. Piutang lain-lain adalah
piutang yang timbul dari transaksi diluar kegiatan usaha normal perusahaan.
Perkiraan piutang pemegang saham dan piutang perusahaan afiliasi harus
dilaporkan tersendiri (tidak digabung dengan dengan perkiraan piutang) karena
sifatnya yang berbeda. Piutang dinyatakan sejumlah tagihan dikurangi dengan
taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah kotor piutang harus
tetap disajikan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang tidak
dapat ditagih. Disamping itu piutang juga mempunyai tujuan dan prosedur
pemeriksaan yang dilakukan secara tersendiri.
Oleh karena itu, penulis menulis makalah yang
berjudul “Pemeriksaan Piutang“. Semoga makalah ini berguna bagi para pembaca
dan terutama bagi penulis.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari piutang ?
2.
Bagaimana prosedur pemeriksaan piutang ?
3.
Apa saja standar audit pemeriksaan piutang ?
4.
Seberapa besar tingkat risiko pada saat pemeriksaan
Piutang ?
5.
Apa saja tujuan dari pemeriksaan piutang ?
6.
Bagaimanakah contoh ICQ dari pemeriksaan piutang ?
7.
Bagaimana kertas kerja pemeriksaan piutang ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang ada dalam rumusan masalah di
atas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dari Piutang
Piutang
dihasilkan melalui berbagai macam transaksi, dua hal yang paling umum yaitu
penjualan barang dagang atau jasa dengan kredit dan meminjamkan uang. Pada
tingkat pribadi kita mengenal kredit, karena kredit adalah siap tersedia dimana
kita tidak harus membayar secara tunai.
Kieso,
Weygandt. (2011,347) menyatakan bahwa :
“Receivable are also financial
assets-they are also a financial instrument. Receivable (often referred to as
loans and receivables) are claims held against customers, and others for money,
goods, or services.”
Penjelasan
di atas, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
“Piutang
juga aset keuangan yang merupakan instrumen keuangan. Piutang (sering disebut
sebagai pinjaman dan piutang) adalah klaim terhadap pelanggan, dan lain-lain
untuk uang, barang, atau jasa.
Menurut
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) (2009;01.23) menyatakan bahwa :
“Aset
lancar mencakup aset (seperti piutang) yang dijual, dikonsumsi atau
direalisasikan sebagai bagian siklus operasi normal meskipun aset tersebut
tidak diharapkan untuk direalisasikan dalam jangka waktu 12 buan setelah
periode pelaporan.”
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) no. 43
menyebutkan bahwa :
“Piutang
adalah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha.”
Menurut
Smith (2005:286), piutang dapat
difenisikan dalam arti luas sebagai hak atau klaim terhadap pihak lain atas
uang, barang, dan jasa. Namun, untuk tujuan akuntansi, istilah ini umumnya
diterapkan sebagai klaim yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penerimaan
kas. Dengan adanya hak klaim ini, perusahaan dapat menuntut pembayaran dalam
bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak siapa dia
berhutang.
Ikatan
Akuntansi Indonesia dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 9 mendefinisikan piutang sebagai
berikut :
“Piutang
usaha meliputi piutang yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa
dalam rangkakegiatan usaha normal perusahaan.”
KlasifikasiPiutang
Penggolongan
piutang menurut Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yaitu menurut sumber terjadinya, ialah piutang usaha dan
piutang lain-lain. Sedangkan pengklasifikasian busa dengan beberapa cara : (1)
piutang terdiri dari piutang usaha (trade
receivable) dan piutang non usaha (non-trade
receivable).
Piutang
terdiri dari piutang yang bersifat lancar atau jangka pendek, dan piutang tidak
lancar atau jangka panjang.
Menurut
Warren, Reeve, dan Fess (2008) piutang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Piutang usaha (accountsreceivable)
Transaksi
yang paling banyak memungkinkan menciptakan piutang adalah penjualan barang
secara kredit. Piutang usaha ini normalnya akan ditagih dalam periode waktu
yang relatif pendek, seperti 30-60 hari yang dikelompokkan sebagai aset lancar.
2. Wesel tagih (notesreceivable)
Wesel
tagih adalah tagihan yang didukung dengan janji tertulis debitur untuk membayar
pada tanggal tertentu. Wesel tagih diperkirakan akan ditagih dalam jangka waktu
setahun. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan.
3. Piutang lain-lain (otherreceivables)
Piutang
lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Apabila tertagihnya
dalam waktu satu tahun maka diklasifikasikan sebagai asset tidak lancar di
bawah akun investasi. Piutang ini meliputi bunga, piutang pajak, piutang
pejabat atau piutang karyawan.
2.2
Prosedur Pemeriksaan Piutang Usaha
Sukrisno Agoes (2004:176) menyarankan prosedur audit
piutang usaha sebagai berikut:
1. Pelajari dan evaluasi internal
control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan.
2.
Buat Top Schedule dan Supporting Schedule piutang pertanggal neraca.
3. Minta aging shedule dari piutang
usaha pertanggal neraca yang antara lain menunjukkan nama pelanggan (customer),
saldo piutang, umur piutang dan kalau bisa subsequent collections-nya.
4. Periksa mathematical accuracy-nya dan
check individual balance ke subledger lalu totalnya ke general ledger.
5. Test check umur piutang dari beberapa
customer ke subledger piutang dan sales invoice.
6.
Kirimkan konfirmasi piutang:
a)
Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirim surat
konfirmasi.
b)
Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi
negatif.
c)
Cantumkan nomor konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat konfirmasi.
d)
Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk
dicari perbedaannya.
e)
Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi
7. Periksa subsequent collections dengan
memeriksa buku kas dan bukti penerimaan kas untuk periode sesudah tanggal
neraca sampai mendekati tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan (audit field
work). Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai subsequent collectionshanyalah
yang berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa.
8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes
receivable) yang didiskontokan untuk mengetahui kemungkinan adanya contingent
liability.
9. Periksa dasar penentuan allowance for
bad debts dan periksa apakah jumlah yang disediakan oleh klien sudah cukup,
dalam arti tidak terlalu besar dan terlalu kecil.
10.Test sales cut-of dengan jalan
memeriksa sales invoice, credit note dan lain-lain, lebih kurang 2 (dua) minggu
sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah barang-barang yang dijual
melalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau
belum cari tahu alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang
diperiksa, yang dibatalkan dalam periode berikutnya.
11. Periksa notulen rapat, surat-surat
perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan correspondence file untuk mengetahi
apakah ada piutang yang dijadikan sebagai jaminan.
12. Periksa apakah penyajian piutang di
neraca dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia/SAK
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran
saldo piutang yang diperiksa.
2.3
Standar Audit Pemeriksaan Piutang
SAS 67, The confirmation process (AU 330) mensyaratkan bahwa auditor harus
melakukan prosedur konfirmasi dalam proses pengauditan kecuali: 1) piutang
dagang berjumlah tidak material untuk laporan keuangan secara keseluruhan 2)
penggunaan konfirmasi dinilai tidak efektif 3) perencanaan auditor berkaitan
dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian rendah dan bukti yang diharapkan
dengan prosedur analitis atau pengujian substantif detail cukup untuk mencapai
resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan prosedur konfirmasi, auditor
perlu mengambil keputusan mengenai jenis konfirmasi yang digunakan, penentuan
kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya sampel yang dipilih.
Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur mengenai Proses Konfirmasi dalam
pelaksanaan audit.
Paragraf 4 mendefinisikan
konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung
dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi tentang unsur
tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA Seksi 326
mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang
secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga).
Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan
keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
Konfirmasi dilaksanakan untuk
memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai asersi laporan keuangan yang dibuat
oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal dari pihak ketiga
dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang berasal dari
dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang Bukti
Audit menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa “Bukti audit yang
diperoleh dari sumber independen di luar entitas memberikan keyakinan yang
lebih besar atas keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan
bukti audit yang disediakan hanya dari dalam entitas tersebut.”
Dalam paragraf 7 SA Seksi 330
dijelaskan bahwa semakin besar gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian yang ditetapkan, semakin besar keyakinan yang diperlukan auditor
dari pengujian substantif yang bersangkutan dengan asersi laporan keuangan.
Sebagai konsekuensinya, dengan kenaikan gabungan tingkat risiko bawaan dan
risiko pengendalian, auditor mendesain pengujian substantif untuk memperoleh
lebih banyak bukti atau bukti yang berbeda mengenai asersi laporan keuangan.
Dalam keadaan ini, auditor kemungkinan menggunakan prosedur konfirmasi, bukan
pengujian terhadap dokumen dari dalam entitas tersebut, atau menggunakan
prosedur konfirmasi bersamaan dengan pengujian terhadap dokumen atau pihak dari
dalam entitas itu sendiri.
Jadi, dalam pelaksanaan audit, jika
gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian besar/tinggi, auditor
harus mempertimbangkan untuk melaksanakan prosedur tambahan seperti misalnya
melakukan pengujian terhadap dokumen internal perusahaan, di samping prosedur
konfirmasi.
Dalam paragraf 19, SA Seksi 330
dijelaskan bahwa karena terdapat risiko bahwa penerima bentuk permintaan
konfirmasi positif yang berisi informasi yang dikonfirmasi di dalamnya
kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan konfirmasi tersebut tanpa
melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut, formulir yang berisi ruangan
yang kosong yang harus diisi oleh responden (penerima konfirmasi) dapat
digunakan untuk mengurangi risiko tersebut. Namun, konfirmasi yang berisi
ruangan kosong tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah jawaban
konfirmasi yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha tambahan dari
pihak responden dalam memberikan jawaban konfirmasi yang sesuai;
konsekuensinya, auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak prosedur
alternatif.
Menurut PSAK 55
(2015) Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan nonderivatif
dengan pembayaran tetap atau telah ditentutakan dan tidak memepunyai kuotasi di
pasar aktif.
Menurut Martani,
et al (2012:193) piutang merupakan klaim suatu perusahaan pada pihak lain.
Hampir semua entitas memiliki piutang kepada pihak lain baik yang terkait
dengan transaksi penjualan/pendapatan maupun merupakan piutang yang berasal
dari transaksi lainnya. Kategori piutang dipengaruhi jenis usaha entitas, untuk
perusahaan dagang dan manufaktur jenis piutang yang muncul adalah piutang
dagang dan piutang lainnya.Entitas menyebutkan piutang terkait dengan
pendapatan sebagai piutangusaha.
2.4 Risiko Pemeriksaan Piutang
1.
Risiko Bawaan
Risiko bawaan
adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah
saji materiall, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang saling berkaitan.
2.
Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian
adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu
asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian
intern entitas.
3.
Risiko Deteksi
Risiko deteksi
adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang
terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.
Pada pengujian
substantif atas piutang usaha, pengujian detail saldo kategori konfirmasi
piutang merupakan prosedur yang penting. Prosedur ini sangat perlu dilakukan
karena merupakan prosedur auditing
yang diterima umum, kecuali apabila piutang tidak material, tidak efektif,
resiko bawaan, maupun resiko pengendaliannya rendah, yang dimana jika risiko pengendalian ditaksir terlalu rendah,
risiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat melaksanakan
pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak efektif.
Bila auditor tidak melakukan konfirmasi, ia harus mencantumkam dalam kertas
kerja mengenai alasannya dan bagaimana
akuntan mengatasinya atau tindakan alternatif yang dilakukan.
SAS 67, The confirmation process (AU 330)
mensyaratkan bahwa auditor harus melakukan prosedur konfirmasi dalam proses
pengauditan kecuali: 1) piutang dagang berjumlah tidak material untuk laporan
keuangan secara keseluruhan 2) penggunaan konfirmasi dinilai tidak efektif 3)
perencanaan auditor berkaitan dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian
rendah dan bukti yang diharapkan dengan prosedur analitis atau pengujian
substantif detail cukup untuk mencapai resiko audit yang diterima. Dalam melaksanakan
prosedur konfirmasi, auditor perlu mengambil keputusan mengenai jenis
konfirmasi yang digunakan, penentuan kapan dilakukan konfirmasi dan besarnya
sampel yang dipilih.
Model
Perhitungan Risiko Audit
Model Risiko Audit (audit risk) yang
paling lumrah digunakan (dan diajarkan) adalah:
AR = IR x CR x DR
Dimana:
AR = Audit Risk
IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk
Model
Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:
Pertama, Kantor Akuntan
Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persentase Audit Risk (AR)
yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).
Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk
(IR) diukur dengan mempertimbangkan factor eksternal dan internal seperti yang
sudah saya jelaskan di atas.Sedangkan CR diukur dengan menilai desain dan
implementasi sistim pengendalian internal yang dimiliki oleh audite seperti
yang sudah saya jelaskan di atas.
Ketiga, menentukan DR
dengan menggunakan persamaan di atas,
menjadi:
DR = AR/(IR x CR)
Besaran DR inilah yang nantinya akan
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang prosedur audit,
substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.
2.5
Tujuan Pemeriksaan Piutang Usaha
Menurut
Sukrisno Agoes (2004:173) tujuan pemeriksaan perkiraan piutang usaha yaitu:
1.
Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas piutang dan
transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Jika
akuntan publik (auditor) dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan
kas berjalan efektif naka luasnya pemeriksaan dan melakukan substantive test
bisa dipersempit.
Beberapa
ciri internal control yang baik atas
atas piutang dan transaksi
penjualan, piutang dan penerimaan kas
adalah:
a. Adanya
pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan penjualan, mengirimkan
barang, melakukan penagihan, memberikan otorisasi atas penjualan kredit,
membuat faktur penjualan dan melakukan pencatatan.
b. Digunakannya
formulir formulir yang bernomor urut tercetak (prenumbered), misalnya sales
order (pesanan penjualan), sales invoice (faktur penjalan), delivery order
(surat pengiriman barang), credit memo, official receopt (kuitansi).
c. Digunakannya
price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari price list atau
setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus disetujui oleh pejabat
perusahaan yang berwenang.
d. Diadakannya
sub buju besar piutang atau kartu piutang (accounts receivable subledger card)
untuk masing-masing pelanggan yang selalu diupdate (dimutakhirkan).
e. Setiap
akhkr bulan dibuat aging schedule piutang (analisis umur piutang)
f. Setiap
akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan dibandingkan
(direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar.
g. Setiap
akhir bulan dikirim montly statement of account kepada masing-masing pelanggan.
h. Uang
kas, check atau giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam jumlah
sutuhnya(intact) paling lambat keesokan harinya.
i.
Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku
besar dan sub buku besar) yang berasal dari retur penjualan dan penghapusan
piutang harus diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
j.
Setiap pinjaman yang diberikan kepada
pegawai, direksi, pemegang saham dan perusahaan afiliasi harus diotorisasi oleh
pejabat perusahaan yang berwenang, didukung bukti bukti yang lengkap dan
dijelaskan apakah dikenakan bunga atau tidak.
2.
Untuk memeriksa apakah transaksi yang menyangkut penjualan, piutang dan
penerimaan kas.
a. Semua
sudah dicatat secara akurat (complete neesda accuracy)
b. Semuanya
merupakan transaksi yang benar-benar terjadi, tidak ada yang fiktif
(accurance/existence),
c. Semua sudah dicatat pada periode yang tepat
(cut-off)
3.
Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari pada
piutang.
Validity
maksudnya apakah piutang itu sah, masih berlaku, dalam arti diakui oleh yang
mempunyai utang.
Authenticity
maksudnya apakah piutang itu didukung oleh bukti-bukti yang otentik seperti
sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh pelanggan sebagai
bukti bahwa pelanggan telah menerima barang yang dipesan, dan faktur penjualan.
4.
Untuk memeriksa collectubility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup
tidaknya perkiraan allowance for bad debts(penyisihan piutang tak tertagih).
Collectibility
maksudnya adalah kemungkinan tertagihnya piutang. Piutang harus disajikan di
laporan posisi keuangan (neraca) sebesar jumlah yang diperkirakan bisa di
tagih.
5.
Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang
timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)
Jika
perusahaan mempunyai wesel tagih yang didiskontokan ke bank sebelum tanggal
jatuh temponya, maka pada tanggal laporan posisi keuangan (neraca) harus
diungkapkan adanya contingent liability yang berasal dari pendiskontoan wesel
tagih tersebut.
6.
Untuk mengetahui apakah piutang yang tercantum dalam mata uang asing sudah
dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs rupiah BI pada tanggal
neraca.
7.
Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan/ SAK ETAP
2.6 Internal Control Quastioners ( ICQ ) Pemeriksaan
Piutang
A.
Penjualan
No.
|
KLIEN
|
Y =
Ya
|
T =
Tidak
|
TR= Tidak Relevan
|
|||||
Otorisasi
atas transaksi dan kegiatan
|
|||||||||
1.
|
Apakah setiap transaksi penjualan
telah diotorisasi pejabat yang berwenang ?
|
ü
|
|
|
|||||
2.
|
Apakah dalam pemberian kredit telah diotorisasi
oleh pejabat yang berwenang ?
|
ü
|
|
|
|||||
3.
|
Apakah
perusahaan menggunakan daftar harga (price list) tertulis yang telah ditetapkan oleh pihak yang
berwenang ?
|
ü
|
|
|
|||||
4.
|
Apakah
penyimpangan dari daftar harga harus disetujui oleh staf yang
berwenang ?
|
ü
|
|
|
|||||
5.
|
Apakah
retur penjualan harus mendapatkan persetujuan dari yang berwenang ?
|
ü
|
|
|
|||||
Pemisahan Fungsi dan Tugas
|
|||||||||
6.
|
Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas antara
fungsi pemberian kredit dengan fungsi akuntansi ?
|
ü
|
|
|
|||||
7.
|
Apakah terdapat pemisahan fungsi yang jelas antara
fungsi pemberian kredit dengan fungsi penagihan piutang
?
|
ü
|
|
|
|||||
8.
|
Apakah fungsi penjualan terpisah dari bagian akuntansi ?
|
ü
|
|
|
|||||
Dokumentasi dan pencatatan
|
|||||||||
9.
|
Apakah
admin sales membuat laporan hasil penjualan dan melaporkannya kepada manager penjualan ?
|
ü
|
|
|
|||||
10.
|
Apakah
perusahaan memperhatikan saldo hutang pelanggan dalam memberikan
kredit ?
|
ü
|
|
|
|||||
11.
|
Apakah perusahaan membuat target penjualan
secara tertulis ?
|
ü
|
|
|
|||||
12.
|
Apakah
perusahaan telah menetapkan jangka waktu kredit untuk setiap pelanggan ?
|
ü
|
|
|
|||||
13.
|
Apakah nota kredit yang belum digunakan terkontrol dengan baik ?
|
ü
|
|
|
|||||
14
|
Apakah penjualan kepada
karyawan prosedurnya berbeda
dengan penjualan kredit kepada coustomer ?
|
ü
|
|
|
|||||
15.
|
Apakah pengunaan
formulir atas setiap transaksi penjualan terkontrol dengan pemberian nomor
urut terlebih dahulu (pre
numbered) ?
|
ü
|
|
|
|||||
16.
|
Apakah untuk setiap penjualan diminta surat pesanan (sales order) dari pembeli?
|
ü
|
|
|
|||||
17.
|
Apakah setiap pengiriman barang didasarkan pada deliver Order (DO) ?
|
ü
|
|
|
|||||
18.
|
Apakah bagian penjualan
setelah menerima pesanan dari pelanggan terlebih dahulu mengecek stock dan
harga ?
|
ü
|
|
|
|||||
19.
|
Apakah bagian penjualan membuat form nota pesanan
sesuai dengan pesanan dari pelanggan ?
|
ü
|
|
|
|||||
20.
|
Apakah bagian penjualan meminta persetujuan kepada bagian collection untuk
setiap nota pesanan ( NP ) ?
|
ü
|
|
|
|||||
Pengendalian atas penggunaan aktiva (pengamanan harta perusahaan)
|
|||||||||
21.
|
Apakah bagian penjualan mengevaluasi penjualan dengan target yang dicapai ?
|
ü
|
|
|
|||||
22.
|
Apakah bagian penjualan melakukan credit analyst sebelum memberikan kredit
|
ü
|
|
|
|||||
Pemeriksaan secara periodik oleh pihak yang independen
|
|||||||||
23.
|
Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pihak diluar dari fungsi penjualan ?
|
ü
|
|
|
|||||
B.
Piutang
No.
|
KLIEN
|
Y =
Ya
|
T =
Tidak
|
TR = Tidak Relevan
|
Otorisasi atas transaksi dan kegiatan
|
||||
1.
|
Apakah dalam pemberian kredit telah diotorisasikan oleh pejabat yang berwenang ?
|
ü
|
|
|
Pemisahan fungsi dan tugas
|
||||
2.
|
Apakah fungsi pencatatan piutang
usaha dipisakan dari fungsi penjualan
?
|
ü
|
|
|
Dokumentasi dan pencatatan
|
||||
3.
|
Apakah
bagian penagihan melakukan pengecekan kembali atas
faktur penjualan, surat
jalan, PO, terhadap Invoice Total Report yang
diberikan oleh bagian
invoice?
|
ü
|
|
|
4.
|
Apakah setelah menerima faktur penjualan bagian penagihan mengelompokkan faktur penjualan tersebut per
wilayah ?
|
ü
|
|
|
5.
|
Apakah faktur penjualan dalam kota yang ditagih oleh collector, di tulis dalam form Laporan Penagihan Collector
?
|
ü
|
|
|
6.
|
Apakah pengiriman faktur penjualan luar kota
dikirimkan melalui jasa pengiriman?
|
ü
|
|
|
7.
|
Apakah bagian finance membuat rekapan
pemasukan uang semua rekening berdasarkan masing – masing buku Posisi Rekening ?
|
ü
|
|
|
8.
|
Apakah untuk setiap faktur penjualan
yang dikirimkan kepada pelanggan dibuatkan tanda terima (Invoice Receip Form)oleh bagian penagihhan ?
|
ü
|
|
|
9.
|
Apakah terdapat batasan kredit maksimal yang diberikan kepada tiap pelanggan ?
|
ü
|
|
|
Pengendalian atas penggunaan aktiva (pengamanan harta perusahaan)
|
||||
10.
|
Apakah terdapat kebijakan
manajemen untuk piutang usaha yang tidak
tertagih ?
|
ü
|
|
|
11.
|
Apakah bagian keuangan menghitung kecocokan uang tunai dengan buku tanda terima yang diberikan oleh bagian penagihan ?
|
ü
|
|
|
12.
|
Apakah bagian keuangan memeriksa kesesuaian jatuh tempo cek / giro
dengan buku tanda terima yang diberikan oleh bagian
penagihan ?
|
ü
|
|
|
13.
|
Apakah jatuh tempo yang diberikan oleh perusahaan selalu dipatuhi oleh pelanggan ?
|
ü
|
|
|
14.
|
Apakah cek / giro yang belum jatuh tempo disimpan
dalam folder giro yang belum jatuh tempo ?
|
ü
|
|
|
15.
|
Apakah cek / giro yang sudah jatuh tempo dan belum disetoran,
dimasukkan ke dalam amplop sesuai bank masing – masing ?
|
ü
|
|
|
16.
|
Apakah staff collecting melengkapi form Laporan Penagihan Collector sesuai dengan penerimaan dari pelanggan ?
|
ü
|
|
|
17.
|
Apakah bagian penagihan mengirimkan surat pernyataan piutang kepada pelanggan setiap akhir bulan ?
|
ü
|
|
|
18.
|
Apakah terdapat kebijakan manajemen untuk piutang usaha yang tidak
tertagih?
|
ü
|
|
|
19.
|
Apakah terdapat cadangan atau penyisihan untuk piutang usaha yang tidak tertagih ?
|
ü
|
|
|
20.
|
Apakah bagian penagihan langsung menyerahkan
hasil tagihannya kepada kasir pada hari yang sama dengan penagihan atau
paling lambat keesokan harinya ?
|
ü
|
|
|
21.
|
Apakah bagian keuangan pada saat ingin melakukan penyetoran terlebih
dahulu meng-cross check slip setoran dan uang serta mencatat di buku serah
terima bank?
|
ü
|
|
|
Pemeriksaan secara periodik oleh pihak yang independen
|
||||
22.
|
Apakah terdapat pengawasan yang mencukupi untuk transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha ?
|
ü
|
|
|
23.
|
Apakah berkala ?
|
ü
|
|
|
24.
|
Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pihak di luar dari fungsi piutang ?
|
ü
|
|
|
Lampiran III
:
Data
Aging Schedule Piutang
Data Aging Schedule PT.
XYZ Periode Januari s/d Februari Tahun 2018
No
|
Nama
|
Saldo
|
Belum Jatuh Tempo
|
Hari setelah
Lewat jatuh tempo
|
Jumlah
|
|||||
0-30 hari
|
31-60 hari
|
61-90 hari
|
91-180
hari
|
181-
365
hari
|
>365
|
|||||
1
|
PT. A
|
117.299.429
|
|
|
|
|
|
|
117.299.429
|
117.299.429
|
2
|
PT. B
|
813.797.325
|
236.174.500
|
97.094.681
|
423.143.944
|
57.384.200
|
|
|
|
813.797.325
|
3
|
PT. C
|
2.461.742.025
|
254.784.225
|
2.206.957.800
|
|
|
|
|
|
2.461.742.025
|
4
|
PT. D
|
6.064.753.375
|
1.434.708.250
|
4.332.680.062
|
276.488.313
|
20.876.750
|
|
|
|
6.064.753.375
|
5
|
PT. E
|
4.452.864.898
|
2.854.233.898
|
1.598.631.000
|
|
|
|
|
|
4.452.864.898
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
13.910.457.052
|
4.779.900.873
|
6.802.585.312
|
699.632.257
|
78.260.950
|
0
|
0
|
117.299.429
|
13.910.457.052
|
Sumber : PT. XYZ
2.7 Kertas Kerja Pemeriksaan Piutang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan Audit Piutang untuk
mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik
atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas . Untuk
memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (ke otentikan) dari pada
piutang. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan tertagihnya) piutang dan
cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts (penyisihan piutang tak
tertagih). Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent
liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable).
Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.
3.2 Saran
Berdasarkan
pembahasan kelompok penyusun memberikan saran bahwa perlu adanya riset atau pembahasan
lebih lanjut terkait praktek terbaik mutakhir pada pemeriksaan piutang usaha
dan piutang lainnya yang saat ini digunakan oleh auditor terutama auditor KAP Big Four.
DAFTAR
PUSTAKA
Agoes,
Sukrisno, 2012, Auditing: Petunjuk
Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik, Edisi ke-4, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta
Ikatan Akuntan
Indonesia. 2015. Standar Akuntansi
Keuangan Per Efektif 1 Januari 2015. Dewan Standar Akuntansi Keuangan
Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta
Institut
Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar
Profesional Akuntan Publik, Per 1 Maret 2011. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat
Sumber
Referensi: Mulyadi. 2014. Auditing Edisi 6, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar